Gelar baru telah disandang, bukan lagi karyawan. Orang bilang pengangguran meski terdengar ganjil karena pengangguran adalah orang yang tidak punya pekerjaan sedang yang terjadi, banyak yang aku bisa kerjakan. Tidak mudah karena setelah tantangan bosan dihadapi dengan sebuah keputusan besar,mengundurkan diri,tantangan yang lebih besar sudah siap menanti.
Meyakinkan diri sendiri meski harus diulang ribuan kali masih bisa dilakukan, meyakinkan orang lain kupilih tak kulakukan. Saat seperti ini yang lebih penting adalah mengenali diri sendiri, apa yang dimaui, apa yang ingin dilakukan. Orang boleh bilang, silahkan jika ingin menilai tapi saat ini semua hanya didengarkan,mungkin dipertimbangkan tapi pembicaraan yang lebih penting adalah antara aku dan diriku. Tidak berani bilang mudah, satu kepala ribuan bahkan jutaan isinya.Kepala-kepala yang lain sementara disingkirkan saja. Menata kembali sebuah tembok rutinitas yang baru saja dihancurkan. Mencoba membuat pondasi yang kuat dengan dasar sebuah impian,impian yang sudah lama terpendam,impian yang sempat mati suri karena rutinitas yang tak lagi memberinya ruang.
Sebenarnya bukan karena tak ada tapi sudah diambil alih oleh bosan yang membuat jiwa ingin dimanjakan, di level ini aku berubah menjadi orang yang membosankan. Sudah mengenali bosan, tentunya harus mengenali antidote-nya, penangkal. Dan penangkal itu adalah melakukan apa yang selama ini kuinginkan, impikan. Untuk beberapa saat menarik diri dari pergaulan yang biasa ditemui, memberi waktu untuk bicara pada diri sendiri sekaligus mencoba menghilangkan racun-racun akibat bosan yang telah mengakar. Melakukan apa yang selama beberapa tahun terakhir tidak bisa dilakukan, merasakan apa yang sudah lama tak bisa dirasakan. Menghirup udara segar dan mengganti hawa panas yang sering membuat badan meriang. Melihat hehijauan yang bukan hanya menyejukkan mata yang terlalu lelah memandangi layar komputer dengan semua huruf, angka ataupun tabel tapi juga hati yang mudah sekali panas ketika telinga harus mendengar kata yang kadang tidak layak didengarkan.
Berapa lama? Aku cukup lama, beberapa bulan, mungkin karena bosanku sudah pada level yang mengkhawatirkan bukan hanya fisik tapi juga kejiwaan atau sebaliknya.
Tak lama merenung karena mimpi sudah begitu jelas, waktunya untuk mengerjakan. Apa yang dilakukan tentunya disesuaikan dengan apa diinginkan, apa yang dikejar. Kubangun tembokku kembali dari sebuah mimpi melalui satu keputusan dengan satu keyakinan kalau aku bisa menjadi lebih dari aku saat ini. Kubangun kantorku sendiri meski aku bukan lagi seorang karyawan. Membuat rutinitas sendiri dengan “jadwal” yang harus kupatuhi sendiri. Apakah mudah? Tidak semudah angan-angan. Tidak ada yang menyuruhku, tidak ada yang memaksaku, tidak ada yang akan memaki kerjaku, tidak juga ada yang menuntunku. Jadi seperti apa, benar-benar sesuai dengan hasil kepalaku, sesuai dengan apa yang aku bisa usahakan. Bisa jadi bisa juga sebaliknya tak berbuah apa-apa karena sekali lagi ini tentang satu individu, aku. Kubangun kantorku sendiri, mau pasang ribuan gambar artis atau foto pribadi di dinding pun tak masalah. Mendengarkan musik mulai yang paling lembut sampai yang memekakkan telinga juga tak jadi soal. Kubangun kantorku kedap suara karena bukan hanya sedang bosan bicara aku juga sudah bosan mendengar. Duduk di kursi, selonjoran atau bahkan guling-guling, tinggal menyesuaikan saja. Makanan, minuman atau camilan apapun keluarkan saja karena ketika buntu mulut lebih ingin bekerja.
Bisakah resistan dari rasa bosan? Tidak. Bertemu teman lama mengobati lara akan kenangan lama, bertemu teman baru menambah wawasan juga ilmu, kembali dengan kepala yang mendesak untuk ditumpahkan isinya. Kubangun hidupku dari buku yang sama dengan lembar yang baru. Bilang bebas, lebih bebas mungkin iya tapi mendisiplinkan diri dan membuat aturan sendiri meskipun untuk dipatuhi sendiri juga tidak mudah. Masih kutemukan rasa bosan yang menjadi tantangan. Semakin banyak cobaan dan ujian yang harus diperjuangkan, dari dalam lebih-lebih dari luar. Tak ingin menyalahkan budaya karena manusianya yang kadang tidak bijak menyikapinya. Baru tahu dan sudah berani banyak bicara, baru kenal dan dengan percaya dirinya menjadi hakim yang semena-mena menjatuhkan penilaian. Sebuah proses yang aku yakin hanya satu dari sekian banyak proses yang harus aku lewati.
Ini tentang aku yang bukan lagi karyawan, tentangmu yang tak ingin menjadi karyawan atau tak ingin lagi menjadi karyawan tentu berbeda cerita. Seberapa kamu bosan dan sejauh apa kamu sudah memperjuangkan dirimu untuk keluar dari kebosanan dan menjauhkan diri dari hal-hal yang membosankan, tanya hatimu dan katakan pada dirimu apa yang kamu mau. Bangun sendiri kantormu bukan hanya tentang hal yang bersifat fisik, tentunya kamu harus tahu apa yang kumaksud disini lebih dari itu, tapi juga yang tak terlihat, yang kamu sendiri harusnya lebih tahu. Bangun sendiri kantormu dengan ide-ide brilianmu, pemikiran-pemikiran revolusionermu yang mungkin selama ini terlalu lama meringkuk di ruang batinmu. Untukmu yang masih ingin menjadi karyawan, bunuh rasa takutmu. Bosan, kebosanan dan membosankan adalah sebuah tantangan yang bisa menjadi sangat asyik untuk ditaklukkan.
Bangun kantormu dalam sebuah ruang imajimu sendiri jika tembok atau dinding terlalu kuat untuk dirobohkan. Ciptakan lingkungan yang nyaman untuk isi kepalamu yang terlalu berharga untuk diacuhkan, tak terlihat bukan berarti tak bisa dirasakan karena yang terlihat pun kadang tak lain hanya kepalsuan. Bosan : Bangun sendiri kantormu!