Cinta antara 2 manusia bukan Cinta antara putri dan pangeran.
Ilustrasi: zaman dahulu kala, ada seorang putri cantik yang ditawan seekor naga di suatu pegunungan yang tinggi.
Seorang pangeran,setelah mendengar kabar tersebut, dan memutuskan untuk berusaha membebaskan dan menikahi sang putri yang cantik itu.
Setelah bertarung melawan sang naga menggunakan pedang panah,kuda,babak belur,tunggang langgang dan berdarah-darah,sang pangeran pun berhasil membebaskan putri tersebut, dan putri tersebut melihat perjuangan sang pangeran jatuh cinta dan bersedia menikahi pangeran tersebut.. Dan kisahnya ditutup dengan kata yang romantis ini: they live happily ever after..
Banyak wanita saat ini (karena banyak membaca cerita-cerita dongeng ?)mempunyai jiwa seorang putri di dalam diri mereka.Mereka ingin diperjuangkan, dikejar, dipuja, sehingga bahkan naga pun tidak bisa menghentikan langkah pangeran pemujanya..
Karena sekarang tidak ada naga lagi, maka banyak wanita menciptakan naga sendiri
untuk mempersulit langkah sang pangeran untuk menyuntingnya (kalau dia memang sayang, perjuangkan aku dong! penuhi semua kemauanku dong!).. Banyak wanita yang, secara sadar atau tidak, di saat proses pengejaran atau berpacaran, membuat para cowok pemujanya berdarah-darah untuk mewujudkan semua keinginan sang pujaan.
”Temani aku ke salon ya sayang.” (artinya si cowok harus menunggu berjam-jam sambil berusaha menghindari godaan para bencong salon..),
” temani aku belanja honey.” (artinya sang cowok harus sanggup membawakan segerobak belanjaan di semua tangannya, sehingga membuat minder pegawai rumah makan padang.. atau marathon mengelilingi 7 mall hanya untuk mencari satu biji bros..)
Intinya: ”kalo kamu menginginkanku,
jadilah kesatriaku.. (atau tepatnya pembantuku.)
Sang cowok, yang juga membaca dongeng tersebut, juga mempunyai jiwa pangeran di dalam dirinya.
Banyak cowok menginginkan putri yang harus didapatkan, dengan cara melewati naga.Kalau terlalu mudah, ya ga seru.Sehingga, menggombal atau tidak, para cowok akan mengatakan seperti ini: ”gunung tinggi kan kudaki, lautan luas abang naik ferry.” atau ”kaulah bulan kaulah bintang.. gara-gara engkau abang berhutang”
Para cowok berusaha sekuat tenaga memenuhi semua permintaan sang pujaan hati yang menyulitkan atau tidak, agar sang pujaan hati memilih dia.
Pada akhirnya Hubungan seperti itu, kalau belum sampai tahap esktrim, masih sehat-sehat saja.. Sayangnya, sering kali hubungan ‘putri dan pangeran’ itu tadi sering mencapai titik yang tidak sehat: menjadi ”putri dan TKP” (tenaga kerja pria).
Sehingga sang pangeran harus babak belur dan berdarah-darah dalam memperjuangkan si putri dan memenuhi keinginan sang putri.Dan putri itu sendiri, akhirnya malah berubah jadi sang naga..
”Teman saya bilang, hubungan yang sehat itu, harus lah seimbang.. mencintai dan dicintai menerima dan memberi.”
Dalam hubungan yang tidak seimbang, seringkali sang pangeran diharuskan memberikan cinta yang intens.
” Dan apapun yang tidak seimbang, maka alam akan menyeimbangkannya, pada akhirnya.”
Banyak cowok, setelah menikah, sudah merasa telah menaklukkan sang putri, dan memilih menghadapi tantangan hidup lainnya.. Dulu sang cowok memberikan perhatian yang begitu besar kepada sang wanita, tetapi setelah menikah maka para cowok menganggap dia sudah cukup berjuang, dan saatnya berjuang untuk hal lainnya.. Sang putri yang terbiasa dengan pujaan sang pria (”hati2 dek..jalanny rame..sini abang gandeng.”), harus terkaget-kaget menemui bahwa sang pangeran sudah berubah jadi naga (”matamu di mana!
nyebrang jalan aja ga becus !”). Mungkin, sang pangeran memang sudah merasa cukup berjuang, atau mungkin, sang pangeran memang secara sadar atau tidak membalas perlakuan sang naga, eh sang putri, dulu kepada dirinya..
Lalu muncullah keluhan-keluhan klasik dari sang putri:”suamiku berubah ya sekarang”,”suamiku ga seperti dulu saat berpacaran”,”dulu aku dikejar sekarang aku yang harus mengejar-ngejar” Sehingga akhirnya dicapai kesimpulan: “dia sudah tidak sayang lagi padaku..”
”Jangan kamu begitu egois mencurahkan cintamu terus menerus kepada pasanganmu.. beri dia kesempatan untuk membalasnya.”
Tetapi memang di saat kita terlibat perasaan, kita sulit memandang secara obyektif.Kita begitu menginginkan seseorang, maka kita bersedia melakukan apa saja untuk mendapatkannya, sehingga kita kadang-kadang melompati perbatasan antara mencinta dengan memuja.
Akhirnya, mungkin lebih baik jika kita berusaha menyeimbangkan hubungan kita, sehingga sang naga bisa pensiun.. atau mungkin sebaiknya hubungan kita tidak didasari status putri dan pangeran.
Cukuplah hubungan kita menjadi hubungan antara dua manusia biasa, dengan status yang seimbang, yang ingin melangkah ke arah yang sama..
(courtesy : kompasiana,oleh dian jatikusuma)